BENCANA ALAM DAN PERKAWINAN ANAK DI SIGI BIROMARU

Authors

  • Susi Susilawati Fakultas Hukum Universitas Tadulako
  • Hayyun Nur Fakultas Hukum Universitas Tadulako

Keywords:

Bencana, Perkawinan Anak, Sigi

Abstract

Bencana alam tsunami dan likuifaksi yang melanda Palu Sulawesi Tengah 2 tahun lalu, masih menyisakan sejumlah keprihatinan yang hingga sekarang masih dirasakan oleh sejumlah masyarakat terdampak. Salah satunya adalah semakin tingginya perkawinan anak di wilayah Pasigala (Palu, Sigi, dan Donggala). Berdasarkan data pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tengah, dalam beberapa bulan terakhir tercatat setidaknya 12 kasus pernikahan anak terjadi. Fenomena ini menambah potret buram Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah dengan prevalensi perkawinan anak terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan dampak bencana terhadap tingkat perkawinan anak. Lalu menganalisisnya dari perspektif hukum dan gender menggunakan metode empiris. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung. Narasumber wawancara terdiri dari pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Sigi Biromaru dan sejumlah aktivis LSM pemerhati perempuan. Faktor pergaulan bebas, ekonomi, pendidikan, norma sosial, tradisi dan budaya setempat serta kondisi pasca bencana menyebabkan makin maraknya perkawinan anak. Ini menjadikan Sulawesi Tengah menempati posisi ketiga tertinggi nasional. Perkawinan usia dini dapat mengakibatkan terabaikannya hak kesehatan dan hak pendidikan sang pengantin. Ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, penting untuk terus disosialisasikan dan ditegakkan. Terutama ketentuan Pasal 7 Ayat 1. Pasal ini khusus mengatur batas usia perkawinan yakni minimal 19 tahun baik untuk pria maupun wanita. Dukungan masyarakat dan pemerintah juga sangat penting sekaligus diharapkan. Terutama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulawesi Tengah. Utamanya untuk menekan angka perkawinan di usia dini.

Published

2021-06-30

How to Cite